Rabu, 09 September 2009

Nasehat Untuk Saudaraku Ustadz Imam Samudra, Ustadz Mukhlas, dan Ustadz Amrozi

Oleh : Abi Waskito 04 Oct 2008 - 7:00 pm

Bismillahirrahmaanirrahiim. Alhamdulillah Rabbil ‘alamin. Was shalatu was salamu ‘alan Nabi Muhammad wa ‘ala alihi wa ashabih ajma’in. Amma ba’du.

Sudah lama saya ingin memberi masukan kepada Ustadz Imam Samudra, Ustadz Mukhlas, dan Ustadz Amrozi. Lama sejak mereka sering berbicara di depan wartawan TV, koran, majalah, website, dsb. Pentingnya memberi masukan itu menjadi sangat kuat setelah terdengar kabar, bahwa eksekusi hukuman mati mereka sudah semakin dekat. Ada yang bilang, sebelum Ramadhan eksekusi di Cilacap. Wallahu a’lam bisshawaab. Sebelum eksekusi itu berlangsung, saya ingin menyampaikan sekedar nasehat. Semoga tulisan ini bisa sampai kepada beliau-beliau disana. Amin ya Karim ya Rahmaan. Semoga upaya ini tidak terlambat. Amin ya Allah, kabulkanlah ya Rabbi, sampaikan kepada mereka.

Sebelum itu mari kita ikuti pernyataan Ustadz Mukhlas, seperti dikutip hidayatullah.com berikut ini:


Surat Mukhlas: Mati Syahid Cita-citaku
Terpidana mati bom Bali Ali Ghufron alias Mukhlas menulis surat terbuka dengan tulisan tangan dan tinta hitam. Ia mengaku, mati syahid adalah cita-citanya.

Surat Mukhlas ditulis dalam selembar kertas folio bergaris. Mukhlas menulis tidak mengajukan grasi karena. Surat itu difotokopi dan dibagi-bagikan kepada wartawan di Dermaga Wijayapura oleh Qadar Faisal dari Tim Pengacara Muslim (TPM) yang mengunjungi Mukhlas di LP Batu, Pulau Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, Rabu (20/3).

Dalam suratnya, Mukhlas menulis bebera poin. Diantaranya masalah grasi. Menurutnya, jika dirinya meminta grasi, maka, sama halnya menyekutukan manusia.

“Kalau saya mohon grasi akan terjatuh pada empat dosa dan kesalahan,” katanya. Ia menyebut beberapa kesalahan itu. Diantaranya: Syirik (menyekutukan Allah), haram, penghinaan dan membantu kezaliman. Menurutnya, presiden negara sekuler yang mengikut sistem (agama) demokrasi telah merampas hak-hak otoritas dan kedaulatan Allah dalam menciptakan dan menentukan hukum. “Maka kalau saya mohon grasi kepadanya dalam kasus jihad seperti yang saya lakukan, berarti saya mengakui ketuhanannya.”

“Dalam kehinaan, saya seorang mujahid di pihak yang benar karena membela agama Allah dan membela kaum Muslimin, sedang presiden dalam hal ini bukan di pihak yang benar dan bukan di pihak Allah tapi di pihak thaghut (syetan). Jadi kalau saya memohon kepada pihak yang tidak benar maka perbuatan saya tersebut lebih tidak benar lagi dan merupakan kehinaan,” tambahnya.

“Hukum yang dipakai untuk mengadili kasus saya (jihad) adalah hukum thaghut yang bertentangan dengan Al-Quran dan As Sunah (hukum Allah bahkan yang lebih lucu lagi bertentangan dengan hukum positif thaghut yang sedang berlaku di negeri ini. Maka kalau saya mohon grasi berarti setuju dengan praktik hukum yang salah itu dan bermakna membantah telah membantu kezaliman yang wajib ditentang dan akan menjadi catatan hitam dalam sejarah,” katanya.

Mengenai eksekusi, Mukhlas menganggapnya sebagai takdir. Selain itu, ia mengaku sejak lama mencita-citakan mati syahid.

“Mati syahid adalah cita-citaku, idamanku, dan dambaanku. Jadi kalau Allah Ta’ala menakdirkan diri saya dibunuh oleh orang-orang kafir termasuk orang-orang munafik dan orang-orang murtad dengan cara eksekusi berarti cita-citaku yang paling tinggi tercapai, Alhamdulillah.”

“Saya sebagai seorang muslim yang beraqidah salaf dan komitmen dengan syariat Allah, haram atas saya menyetujui eksekusi sebab eksekusi atau membunuh seorang muslim apalagi seorang mujahid dengan sengaja dan direncanakan tanpa kebenaran dari Allah adalah perbuatan kriminal dan dosa besar sekali. Seluruh yang terlibat mendapat kemurkaan dan kutukan Allah, dan dimasukkan ke dalam neraka jahanam selamanya. (QS An-Nisa (4): 93). Dan untuk hukum di dunia seluruh yang terlibat wajib diqishas, darah dengan darah, jiwa dengan jiwa,” tambahnya.

Sumber: www.hidayatullah.com, 21 August 2008.





Kita sangat sering mendengar mereka mengatakan seperti ucapan di atas, “Mati syahid adalah cita-citaku, idamanku, dan dambaanku. Jadi kalau Allah Ta’ala menakdirkan diri saya dibunuh oleh orang-orang kafir termasuk orang-orang munafik dan orang-orang murtad dengan cara eksekusi berarti cita-citaku yang paling tinggi tercapai, Alhamdulillah.”

Kita sangat sering mendengarnya, terutama dalam liputan-liputan TV seputar persidangan mereka, wawancara dengan mereka, atau liputan seputar terorisme. Karena sering jadi rasanya menjadi tidak aneh lagi.

Nah, persoalannya justru disini.

Kita semua sudah tahu bahwa niat mereka berjihad, niat mereka menentang Amerika, dan seterusnya. Untuk itu mereka terjun berjihad secara fisik. Ya, kita tahu niat tersebut, karena sering mereka ucapkan.

Menurut saya, kalau ustadz-ustadz di atas memang benar-benar ingin berjihad, ingin mati syahid, ingin meraih syurga, seharusnya tidak perlu banyak-banyak berkomentar. Sudah saja, jalani semua itu dengan sabar, dengan tawadhu’, dengan tawakkal kepada Allah, tanpa perlu banyak membuat opini. Ya sunyi, sepi, minus publikasi, seperti angin yang bertiup semilir, tak terjamah bentuknya, tetapi terasa hadirnya. Kalau kata Buya M. Natsir istilahnya, “Menenggelamkan diri.” Beramal, beramal, beramal terus; berjuang, berjuang terus; tidak peduli orang akan simpati, antipati, atau tidak mempedulikan. Semuanya ikhlas, bersih, jernih, minus publikasi.

Saya ingat, Dr. Abdullah Azzam dalam Tarbiyah Jihadiyyah juga menceritakan seorang pejuang Afghanistan yang “rame ing gawe, sepi ing pamrih”. Dia datang tidak diundang, dia pergi pun tak diketahui. Sepi, dingin, bersih, kholas, tanpa tendensi apapun. Cukuplah Allah sebagai saksi atas amalnya. Wa maallahu bi ghafilin amma ya’malun (tidaklah Allah lalai dari apa yang mereka perbuat). Allah Maha teliti Hisab-Nya, tidak akan menzhalimi manusia, walau hanya sebutir debu pun.




Untuk itu saya menasehatkan, andai nasehat ini dianggap berharga. Mohon ustadz-ustadz banyak istighfar, banyak bertaubat, memohon ampunan atas semua kesalahan dan dosa-dosa. Tinggalkan segala macam pernyataan dan publikasi. Tinggalkan semua itu, khawatir nanti Anda tidak akan meraih seperti yang didambakan, yaitu mati syahid di jalan Allah. Jangan dirusak amal-amal dalam hidupmu dengan segala publisitas yang bisa mengetam amal-amal tersebut. Jadilah mukhlisin, bertaubatlah untuk menjadi seorang mukhlisin.

Mohon maaf, saya tak bermaksud menggurui. Saya hanya khawatir, nanti Anda tidak akan tersampaikan kepada tujuan yang Anda kehendaki. Ingatlah, ada sebuah hadits yang menceritakan seseorang alim, seorang aghniya, dan seorang mujahid. Mereka mengira Allah akan membalas amal-amalnya dengan sempurna, tetapi ternyata mereka malah mendapat kerugian (neraka). Salah satunya, ada pejuang yang beramal karena ingin dibanggakan sebagai pejuang. Dia tidak ikhlas di jalan Allah.

Dulu, almarhum Al Ustadz SM. Kartosoewiryo. Ketika beliau ditangkap militer dan siap menjalani hukuman. Beliau menerima semua itu dengan sangat tabah, sabar, dan ikhlas. Tanpa publikasi macam-macam. Bahkan dimana pusara beliau saat ini, tidak pernah ada yang tahu.

Sekali lagi, tinggalkan semua ini, luruslah menghadap Allah dengan sepenuh jiwamu. Jangan gentar karena eksekusi, sebab orang yang hidup pun pasti nanti juga “dieksekusi” oleh Malakat Maut. Sama saja, hanya beda cara dan prosesnya. Luruskan hatimu kepada Allah, ikhlas kepada-Nya, mengharap ampunan dan kasih sayang-Nya. Amin.

Mohon maaf atas masukan dan nasehat ini. Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin. Wa shallallah ‘ala Rasulillah Muhammad wa ‘ala alihi wa ashabih ajma’in.


Abu Muhammad Waskito.

http://abisyakir.wordpress.com

This Article Posted by : Abi Waskito
Date : 04 Oct 2008 - 7:00 pm

Tidak ada komentar:

Template Design by faris vio