Katagori : Counter Liberalisme
Oleh : Redaksi 14 Oct 2008 - 6:30 pm
oleh: Hamid Fahmi Zarkasy *
Untuk menguasai agama tidak perlu beragama, demikian kata kaum liberal. Itulah sebabnya mereka membuat “teologi-teologi” baru. “Untuk menjadi wasit tidak perlu menjadi pemain” itu logikanya
“Semua adalah relatif” (All is relative) merupakan slogan generasi zaman postmodern di Barat, kata Michael Fackerell, seorang missionaris asal Amerika. Ia bagaikan firman tanpa tuhan, dan sabda tanpa Nabi. Menyerupai undang-undang, tapi tanpa penguasa. Tepatnya dokrtin ideologis, tapi tanpa partai. Slogan itu memang enak didengar dan menjanjikan kenikmatan syahwat manusiawi. Baik buruk, salah benar, porno tidak porno, sopan tidak sopan, bahkan dosa tidak dosa adalah nisbi belaka. Artinya tergantung siapa yang menilainya.
Slogan relativisme ini sebenarnya lahir dari kebencian. Kebencian Pemikir Barat modern Barat terhadap agama. Benci terhadap sesuatu yang mutlak dan mengikat. Generasi postmodernis pun mewarisi kebencian ini. Tapi semua orang tahu, kebencian tidak pernah bisa menghasilkan kearifan dan kebenaran. Bahkan persahabatan dan persaudaraan tidak selalu bisa kompromi dengan kebenaran. Aristotle rela memilih kebenaran dari pada persahabatan.
Tidak puas dengan sekedar membenci, postmodernisn lalu ingin menguasai agama-agama. “Untuk menjadi wasit tidak perlu menjadi pemain” itu mungkin logikanya. Untuk menguasai agama tidak perlu beragama. Itulah sebabnya mereka lalu membuat “teologi-teologi” baru yang mengikat. Kini teologi dihadapkan dengan psudo-teologi. Agama diadu dengan ideologi. Doktrin “teologi” pluralisme agama berada diatas agama-agama. “Global Theology” dan Transcendent Unity of Religions mulai dijual bebas. Agar nama Tuhan juga menjadi global di ciptakanlah nama “tuhan baru” yakni The One, Tuhan semua agama. Tapi bagaimana konsepnya, tidak jelas betul.
Bukan hanya itu “Semua adalah relatif” kemudian menjadi sebuah kerangka berfikir. “Berfikirlah yang benar, tapi jangan merasa benar”, sebab kebenaran itu relatif. “Jangan terlalu lantang bicara tentang kebenaran, dan jangan menegur kesalahan”, karena kebenaran itu relatif. “Benar bagi anda belum tentu benar bagi kami”, semua adalah relatif. Kalau anda mengimani sesuatu jangan terlalu yakin keimanan anda benar, iman orang lain mungkin juga benar. Intinya semua diarahkan agar tidak merasa pasti tentang kebenaran. Kata bijak Abraham Lincoln, “No one has the right to choose to do what is wrong”, tentu tidak sesuai dengan kerangka fikir ini. Hadith Nabi Idha ra’a minkum munkaran…dst bukan hanya menyalahi kerangka fikir ini, tapi justru menambah kriteria Islam sebagai agama jahat (evil religion) versi Charles Kimbal.
Jadi merasa benar menjadi seperti “makruh” dan merasa benar sendiri tentu “haram”. Para artis dan selebriti negeri ini pun ikut menikmati slogan ini. Dengan penuh emosi dan marah ada yang berteriak “Semuanya benar dan harus dihormati”. Yang membuka aurat dan yang menutup sama baiknya. Confusing! Sadar atau tidak mereka sedang men “dakwah”kan ayat-ayat syetan Nietzsche tokoh postmodernisme dan nihilisme. “Kalau anda mengklaim sesuatu itu benar orang lain juga berhak mengklaim itu salah”. Kalau anda merasa agama anda benar, orang lain berhak mengatakan agama anda salah.
Para cendekiawan Muslim pun punya profesi baru, yaitu membuka pintu surga Tuhan untuk pemeluk semua agama. “Surga Tuhan terlalu sempit kalau hanya untuk ummat Islam”, kata mereka. Seakan sudah mengukur diameter surga Allah dan malah mendahului iradat Allah. Mereka bicara seperti atas nama Tuhan.
Slogan “Semua adalah relatif” kemudian diarahkan menjadi kesimpulan “Disana tidak ada kebenaran mutlak” (There exists no Absolute Truth)”. Kebenaran, moralitas, nilai dan lain-lain adalah relatif belaka. Tapi karena asalnya adalah kebencian maka ia menjadi tidak logis. Kalau anda mengatakan “Tidak ada kebenaran mutlak” maka kata-kata anda itu sendiri sudah mutlak, padahal anda mengatakan semua relatif. Kalau anda mengatakan “semua adalah relatif” atau “Semua kebenaran adalah relatif” maka pernyataan anda itu juga relatif alias tidak absolut. Kalau “semua adalah relatif” maka yang mengatakan “disana ada kebenaran mutlak” sama benarnya dengan yang menyatakan “disana tidak ada kebenaran mutlak”. Tapi ini self-contradictory yang absurd.
Menghapus kepercayaan pada kebenaran mutlak ternyata bukan mudah. Di negeri liberal seperti Amerika Serikat sendiri 70% Krsiten missionaries dan 27% atheis dan agnostik percaya pada kebenaran mutlak. Bahkan 38% warga Negara dewasanya percaya pada kebenaran mutlak. (Seperti dilaporkan William Lobdell di the Los Angeles Times dari hasil penelitian Barna Research Group). Karena itu doktrin postmo pun berubah:“Anda boleh percaya yang absolut asal tidak mencoba memaksakan kepercayaan anda pada orang lain”. Artinya tidak ada siapapun yang boleh menyalahkan siapa dan melarang siapa. Tapi pernyataan ini sendiri telah melarang orang lain. Bagi kalangan Katholik di Barat ini adalah sikap pengecut, pemalas dan bahkan hipokrit. Bagi kita pernyataan ini menghapuskan amar ma’ruf nahi munkar.
Slogan “Semua adalah relatif” pun menemukan alasan baru “yang absolut hanyalah Tuhan”. Aromanya seperti Islami, tapi sejatinya malah menjebak. Mulanya seperti berkaitan dengan masalah ontologi. Selain Tuhan adalah relatif (mumkin al-wujud). Tapi ternyata dibawa kepada persoalan epistemologi. Al-Qur’an yang diwahyukan dalam bahasa manusia (Arab), Hadith yang disabdakan Nabi, ijtihad ulama dsb. adalah relatif belaka. Tidak absolut. Sebab semua dihasilkan dalam ruang dan waktu manusia yang menyejarah. Padahal Allah berfirman al-haqq min rabbika (dari Tuhanmu) bukan ‘inda rabbika (pada Tuhanmu). “Dari Tuhanmu” berarti berasal dari sana dan sudah berada disini di masa kini dalam ruang dan waktu kehidupan manusia. Yang manusiawi dan menyejarah sebenarnya bisa mutlak.
Thomas F Wall, penulis buku Thinking Critically About Philosophical Problem, menyatakan percaya pada Tuhan yang mutlak berarti percaya bahwa nilai-nilai moral manusia itu dari Tuhan. Demikian sebaliknya kalau kita tidak percaya Tuhan (hal 60). Jika ada yang percaya bahwa nilai moral manusia itu adalah kesepakatan manusia,…tentu ia tidak percaya pada yang mutlak. “Semua adalah relatif” bisa berarti semua tidak ada yang tahu Tuhan yang mutlak dan kebenaran firmanNya yang mutlak. Jika begitu benarlah pepatah para hukama ’al-Nas a‘da ma jahila, manusia itu benci terhadap apa yang tak diketahuinya. [www.hidayatullah.com]
Penulis Direktur Eksekutif Institute for the Study of Islamic Thought and Civilization (INSISTS)
Mengenai Saya
- Negeri Impian vs Negeri Porno
- pemikir-Pekerja keras-Homuris-Istiqamah-mudah bergaul
berikan penilaian Anda tentang blog aku
Warning Terrorist....!!!!!!!!!!!!!!
Awas!! Skenario “BABAT RUMPUT” Terhadap Fundamentalis Islam
Perkembangan kondisi pasca pernyataan Pangdam IV Diponegoro "jika ada orang asing memakai sorban, jubah atau berjenggot, laporkan saja ke pihak keamanan", yang dikritisi banyak pihak sampai dengan hari ini, membuat saya tergelitik untuk membuat tulisan tentang keadaan yang semakin tidak nyaman atau istilahnya menekan Ummat Islam dalam banyak hal.
Nampaknya aparat semakin arogan dengan aksi-aksi seolah membela keselamatan rakyat, dengan alasan keamanan mereka menekan dakwah dan kegiatan para Ulama', Da'i, Kyai dan ustad, karena menurut mereka ini adalah metode pencegahan aksi teror. Ya, dengan kata lain semakin mempertegas tuduhan bahwa Islam itu sumber teror bagi masyarakat. Yang benar saja, bagaimana mungkin seorang yang sedang berdakwah diawasi terus menerus dengan alasan pencegahan.
Ini namanya melempar tuduhan secara serampangan dengan alasan yang sembrono pula. Kalau keadaannya tetap seperti ini, saya rasa hubungan antara aparat dan Ummat Islam nantinya akan semakin meruncing. Analisa saya, ini sengaja dilakukan aparat sebagai bagian dari skenario "babat rumput" terhadap Islam yang dinilai aparat masuk kategori garis keras atau radikal.
Kita ini kan katanya negara demokrasi, berarti kalau aparat saja bisa lempar tuduhan semudah itu demikian pula saya sebagai rakyat yang punya hak untuk menganalisa satu keadaan. Lanjutan dari analisa saya adalah, bila keadaan yang "sengaja" dibikin runcing ini berhasil, pasti akan ada bentrokan antara aparat (misalnya sengaja dibentuk satu pasukan khusus yang namanya apa saja) dengan para pendakwah Islam tadi. Alasannya kan sudah jelas, dakwahnya dinilai provokatif dan membahayakan negara.
Nanti bisa saja penjara penuh dengan para tokoh agama Islam, atau yang lebih sadis bisa saja nyawa para pendakwah ini terancam karena dinilai dakwahnya keras. Terjadi lagi deh pembantaian Tanjung Priok kedua, dan pembantaian lain yang alasannya melindungi negara. Terus sebenarnya demokrasinya itu bagian mana? Ya namanya masih otoriter dong.
Lebih gawat lagi, Ummat Islam tidak akan tinggal diam, karena yang diincar ini kelihatannya Islam yang fundamentalis, yang masih berpegang dengan Islam klasik bukan yang liberal. Mana mungkin tokoh Islam liberal bakal bentrok dengan aparat, karena yang ingin dikembangkan ke depan Islam model liberalisme, sekularisme dan sejenisnya.
Kalau Islam yang menjalankan sunnah seperti berjanggut, memakai sorban dan sunnah lainnya yang tampak lewat penampilan fisik dituduh teroris, lantas yang Islam "baik-baik" ya sudah pasti yang pakai dasi, yang berpakaian tidak seperti sunnah Nabi SAW. Kan aneh, Ummat Islam digiring untuk semakin menjauhi sunnah Nabi karena berpenampilan fisik seperti anjuran Nabi SAW adalah gayanya teroris, kok tambah ngawur saja.
Jadi, ummat Islam juga waspada terhadap pengawasan model begini, targetnya aparat sepertinya memang sekalian saja agar terjadi bentrok dengan mereka, biar sekali babat langsung beres, tokoh Islam radikal diberangus dengan alasan membela kepentingan bangsa.
Mudah-mudahan perkiraan / analisa saya ini salah, namun Ummat Islam saya harap tetap waspada terhadap aparat yang mulai mengusik ketentraman dan martabat Ummat Islam.
Wassalam.
Salim Syarief MD dikutip from (www.Arrahmah.com)
Cari Blog Ini
Pengikut
my recomendation
www.situsbersih.com
www.harunyahya.com
www.mediaummat.com
www.pks-kalsel.com
www.hizbut-tahrir.or.id
www.arrahmah.wordpress.com
www.warungmp3.com
www.facebook.com
www.friendster.com
Category
- kemenangan (1)
Rabu, 09 September 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Bacaan GauL n Islami
- Creation man
- cowok jelek
- cinta itu apa sih
- Buat_Para_Pria
- berpikir_mendalam
- BERAPA_BESAR_BOBOT_SEBUAH_DOA
- BELAJAR_DARI_KELUARGA_MUTAMMIMUL_ULA.
- Belajar_dari_Ambisi_Singapura_Menguasai_Dunia
- Bekerja_ala_SOHO
- Bagus_untuk_direnungkan
- Bagus_loh_untuk_dibaca
- Atasi_Kejenuhan_Dari_Rutinitas
- Arti_Buah
- Apakah_tuhan_menciptakan_kejahatan
- Apa_sih_nilai_lebih_naik_pesawat.
- Anak2_Karbitan_Patut_Direnungkan
- Alasan_orang_untuk_saling_jatuh_cinta
- Ahmadinejad_yg_sederhana
- 10_tanda_anda_salah_membeli_komputer
- memulai usaha sendiri
- Apa sih Bab 5
- 6 minggu 6 bulan 6 hari
- Allah itu ada
- Bacaan Inspirasi
Freee!! Silahkan berlangganan tuliskan email anda dibawah ini
Blog Archive
-
▼
2009
(30)
-
▼
September
(21)
- Bau Intelijen pada Pilpres 2009
- Setelah Putus PACAR!!!
- Jomblo Vs Pacaran
- Menggugat Kejujuran Pengusung Ekonomi Kapitalisme
- Akhlak Buruk Gerombolan Penolak RUU Pornografi
- Krisis Keuangan Global, Derita perih dari Kapitalis
- "Kebenaran"
- Islam Mataram dan Derita Muslim Indonesia
- Film Yesus versi Iran : Yesus Tidak Pernah Disalib
- Situs Youtube Dijadikan Penyebaran Agama di Dunia
- Nasehat Untuk Saudaraku Ustadz Imam Samudra, Ustad...
- Hey AS, Selamat datang di Dunia Ketiga!
- Yahudi Zionis dibalik Film Anti-Islam Obsession
- Tokoh-tokoh Islam Liberal
- Aku punya alamat Facebook Artis lho?
- Dulu Aku Orang PKS lho?
- Khilafah the real of true
- Bom dalam Prespektif Islam
- Awas!! Skenario 揃ABAT RUMPUT?Terhadap Fundamentali...
- Islam Agama Diskriminasi?
- PENGUASA MURTAD sih loe?
-
▼
September
(21)
Labels
- kemenangan (1)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar